Selasa, 08 November 2016

Hargai Perbedaan Keyakinan Gagal Menikah Malah Perkuat Persaudaraan




Kurang lebih lima tahun yang lalu, pada saat acara lamaran, keluarga calon pasangan pengantin wanita mendaulat saya sebagai jubir keluarga yang intinya menolak lamaran karena perbedaan keyakinan. “Pokoknya, saya pasrah kepada njenengan Mas Hari..”, salah satu keluarga yang disegani meminta saya.

“Kenapa , menolak , bukankah di anak baik , hormat sama calon mertua, keluarga baik baik  dan sepertinya saling cinta..”

“Ya kami memang mengakui itu , tapi kan Mas Hari tahu apa yang kami yakini bahwa pernikahan ini dilarang oleh keyakinan kami, saya menunjuk Mas Hari karena mereka dari kalangan akademisi dan jago argumentasi..” begitu kata ayah calon pasangan  wanita.

“Baik, semoga saya sanggup mengemban amanat ini, Insya Allah..”

Saya melihat calon pasangan wanita cemas dan tegang, antara cinta dan keyakinan.
Tak lama tamu yang ditunggu datang dengan segala macam ritualnya, termasuk basa basi sejenak. Kemudian dimulai dengan pembahasan formal yang disampaikan dengan lembut persuasive ,logis dan menyentuh, demi mengahargai keyakinan aqidah lain saya tidak tulis karena saya tidak berhak .

“Inilah keyakinan kami , kami harap hubungan baik ini  dapat dilanjutkan dengan baik sehingga kita menjadi keluarga besar.karena yang bakal menjalani mereka berdua kita sebagai orang tua hanya mendukungnya .”  dada saya berdegup kencang , apalagi keluarga calon pasangan wanita menatap saya penuh harap. Dan dada saya makin kencang saat wakil keluarga wanita mempersilahkan saya untuk memberi jawaban. Dimana saya sebelumnya segera menyeruput air kemasan dan menarik nafas panjang sambil mengucap , La khaula wala khuata ila billa hil ayliyil adhim , Bismillah hirrohmanirrohim, saya pun mulai berkata.

“Selamat Siang , Semoga  Pertemuan Ini mendapat berkah dari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Terima kasih sebelumnya…….dst , saya tidak ingin berkomentar atau berdebat dengan apa yang bapak ibu yakini ,itulah adalah hak ibu . Dan kewajiban  bapak /ibu untuk menyampaikan nya kepada kami sekeluarga. Namun ijinkan kami menyampaikan kewajiban kami menyampikan hak saya , sebagaimana hak bapak ibu yang sudah kami berikan.Bagaimana..?”.

“Monggo..” Kata Pakdenya yang  keliahatan sangat berwibawa seorang akademisi. Dilanjutkan anggukan anggota keluarga lainnya. 

“Baiklah terima kasih, saya tidak akan berdalil atau apapun untuk mempercepat pertemuan ini, namun saya ingin bertanya kepada calon pasangan wanita.Bolehkah..?

“Boleh ..!”, seluruh yang hadir disana menyetujui..

“Nanda, Apakah sampai saat ini nanda yakin dengan agama nanda..!” saya buat kalimat saya selembut mungkin walaupun sedikit gemetar saya menyampaikan karena terlalu banyak titipan.

Dengan tegas dia  jawab, Yakin..!Mengangguk mantap

“Baik, Kalau nanda yakin, apakah nanda tahu bahwa ajaran agama nanda melarang perkawinan beda keyakinan..?”

“ Tahu..?”. yak arena sejak kecil sudah ngaji di TPA hingga jadi remaja masjid. 

“ Apakah anda yakin dengan larangan itu..?

“Yakin..?”

“kalau yakin , apakah nanda siap  putus dengan calon tunangan nanda sebagai perwujudan melaksanakan larangan itu..!’

“Saya siap putus dan iklash menjalani larangan itu..!”.  Menjawab dengan lancar seperti terbebas dari himpitan beban berat. Sayapun terkejut mendengar jawaban sangat lancar dan lugas dimana dari awal tidak saya setting sedemikian rupa dikarenakan keterbatasan waktu dan tidak ada unsur intrik untuk “mendzalimi” pihak lain . Natural saja Saya yakin Allah akan Membantu.

Dari pihak keluarga perempuan ada yang bersujud syukur berteriak alahamdulillah dan menitikkan air mata. Namun tidak demikian keluarga pria yang terlihat tegang saling pandang..

Untuk mencairkan suasana , saya melanjutkan pembicaraan , kalimat dan suara yang lebih lembut santun 

“Sebagaimana yang bapak ibu inginkan kita dengar sendiri bahwa calon pasangan wanita telah mengatakan bahwa hubungan tidak bisa diteruskan, mari kita hargai keputusannya , karena mereka berdua yang menjalaninya…!”

Singkat cerita tidak ada dendam tidak ada sakit hati , tetap “bersaudara” , datang baik baik , pulang baik baik. 

Saat ini pasangan wanitanya sudah bahagia menikah dengan pilihannya sendiri yang seiman dan berputra dua, keluarga kecil bahagia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar