Kurang lebih lima tahun yang
lalu, pada saat acara lamaran, keluarga calon pasangan pengantin wanita
mendaulat saya sebagai jubir keluarga yang intinya menolak lamaran karena
perbedaan keyakinan. “Pokoknya, saya pasrah kepada njenengan Mas Hari..”, salah
satu keluarga yang disegani meminta saya.
“Kenapa , menolak , bukankah di
anak baik , hormat sama calon mertua, keluarga baik baik dan sepertinya saling cinta..”
“Ya kami memang mengakui itu ,
tapi kan Mas Hari tahu apa yang kami yakini bahwa pernikahan ini dilarang oleh
keyakinan kami, saya menunjuk Mas Hari karena mereka dari kalangan akademisi
dan jago argumentasi..” begitu kata ayah calon pasangan wanita.
“Baik, semoga saya sanggup
mengemban amanat ini, Insya Allah..”
Saya melihat calon pasangan
wanita cemas dan tegang, antara cinta dan keyakinan.
Tak lama tamu yang ditunggu
datang dengan segala macam ritualnya, termasuk basa basi sejenak. Kemudian
dimulai dengan pembahasan formal yang disampaikan dengan lembut persuasive
,logis dan menyentuh, demi mengahargai keyakinan aqidah lain saya tidak tulis
karena saya tidak berhak .
“Inilah keyakinan kami , kami
harap hubungan baik ini dapat
dilanjutkan dengan baik sehingga kita menjadi keluarga besar.karena yang bakal
menjalani mereka berdua kita sebagai orang tua hanya mendukungnya .” dada saya berdegup kencang , apalagi keluarga
calon pasangan wanita menatap saya penuh harap. Dan dada saya makin kencang
saat wakil keluarga wanita mempersilahkan saya untuk memberi jawaban. Dimana
saya sebelumnya segera menyeruput air kemasan dan menarik nafas panjang sambil
mengucap , La khaula wala khuata ila billa hil ayliyil adhim , Bismillah
hirrohmanirrohim, saya pun mulai berkata.
“Selamat Siang , Semoga Pertemuan Ini mendapat berkah dari Allah Tuhan
Yang Maha Kuasa. Terima kasih sebelumnya…….dst , saya tidak ingin berkomentar
atau berdebat dengan apa yang bapak ibu yakini ,itulah adalah hak ibu . Dan
kewajiban bapak /ibu untuk menyampaikan
nya kepada kami sekeluarga. Namun ijinkan kami menyampaikan kewajiban kami
menyampikan hak saya , sebagaimana hak bapak ibu yang sudah kami
berikan.Bagaimana..?”.
“Monggo..” Kata Pakdenya
yang keliahatan sangat berwibawa seorang
akademisi. Dilanjutkan anggukan anggota keluarga lainnya.
“Baiklah terima kasih, saya tidak
akan berdalil atau apapun untuk mempercepat pertemuan ini, namun saya ingin
bertanya kepada calon pasangan wanita.Bolehkah..?
“Boleh ..!”, seluruh yang hadir
disana menyetujui..
“Nanda, Apakah sampai saat ini
nanda yakin dengan agama nanda..!” saya buat kalimat saya selembut mungkin
walaupun sedikit gemetar saya menyampaikan karena terlalu banyak titipan.
Dengan tegas dia jawab, Yakin..!Mengangguk mantap
“Baik, Kalau nanda yakin, apakah
nanda tahu bahwa ajaran agama nanda melarang perkawinan beda keyakinan..?”
“ Tahu..?”. yak arena sejak kecil
sudah ngaji di TPA hingga jadi remaja masjid.
“ Apakah anda yakin dengan
larangan itu..?
“Yakin..?”
“kalau yakin , apakah nanda
siap putus dengan calon tunangan nanda
sebagai perwujudan melaksanakan larangan itu..!’
“Saya siap putus dan iklash
menjalani larangan itu..!”. Menjawab
dengan lancar seperti terbebas dari himpitan beban berat. Sayapun terkejut
mendengar jawaban sangat lancar dan lugas dimana dari awal tidak saya setting
sedemikian rupa dikarenakan keterbatasan waktu dan tidak ada unsur intrik untuk
“mendzalimi” pihak lain . Natural saja Saya yakin Allah akan Membantu.
Dari pihak keluarga perempuan ada
yang bersujud syukur berteriak alahamdulillah dan menitikkan air mata. Namun
tidak demikian keluarga pria yang terlihat tegang saling pandang..
Untuk mencairkan suasana , saya
melanjutkan pembicaraan , kalimat dan suara yang lebih lembut santun
“Sebagaimana yang bapak ibu
inginkan kita dengar sendiri bahwa calon pasangan wanita telah mengatakan bahwa
hubungan tidak bisa diteruskan, mari kita hargai keputusannya , karena mereka
berdua yang menjalaninya…!”
Singkat cerita tidak ada dendam
tidak ada sakit hati , tetap “bersaudara” , datang baik baik , pulang baik
baik.
Saat ini pasangan wanitanya sudah
bahagia menikah dengan pilihannya sendiri yang seiman dan berputra dua,
keluarga kecil bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar